Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 10 Januari 2010

WIKRAMAWHARDHANA

Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama (1389-1429)


Wikramawarddhana naik tahta sebagai raja menggantikan Raja Hayam Wuruk wafat tahun 1389 bukan Kusumawarddhani yang merupakan garis keturunan langsung dari Hayam Wuruk . Wikramawarddhana merupakan menantu yang sekaligus merupakan keponakan Hayam Wuruk. Wikramawardhana menjadi raja kelima Majapahit yang memerintah berdampingan dengan istri sekaligus sepupunya, yaitu Kusumawardhani putri Hayam Wuruk.

Wikramawardhana dalam Pararaton bergelar Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama. Nama aslinya adalah Raden Gagak Sali. Ibunya bernama Dyah Nertaja, adik Hayam Wuruk, yang menjabat sebagai Bhre Pajang. Sedangkan ayahnya bernama Raden Sumana yang menjabat sebagai Bhre Paguhan, bergelar Singhawardhana.

Reruntuhan Candi Kedaton bekas Istana Majapahit

Permaisurinya, yaitu Kusumawardhani adalah putri Hayam Wuruk yang lahir dari Padukasori. Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Kusumawardhani dan Wikramawardhana diberitakan sudah menikah. Padahal waktu itu Hayam Wuruk baru berusia 31 tahun. Maka, dapat dipastikan kalau kedua sepupu tersebut telah dijodohkan sejak kecil.

Dari perkawinan itu, lahir putra mahkota bernama Rajasakusuma bergelar Hyang Wekasing Sukha, yang meninggal sebelum sempat menjadi raja. Pararaton juga menyebutkan, Wikramawardhana memiliki tiga orang anak dari selir, yaitu Bhre Tumapel, Suhita, dan Kertawijaya.

Bhre Tumapel lahir dari Bhre Mataram, putri Bhre Pandansalas. Ia menggantikan Rajasakusuma sebagai putra mahkota, tetapi juga meninggal sebelum sempat menjadi raja. Kedudukan sebagai pewaris takhta kemudian dijabat oleh Suhita yang lahir dari Bhre Daha putri Bhre Wirabumi


Pemerintahan Wikramawardhana dan Kusumawardhani

Saat Nagarakretagama ditulis tahun 1365, Kusumawardhani masih menjadi putri mahkota sekaligus Bhre Kabalan. Sedangkan Wikramawardhana menjabat Bhre Mataram dan mengurusi masalah perdata.

Menurut Pararaton, sepeninggal Hayam Wuruk tahun 1389, Kusumawardhani dan Wikramawardhana naik takhta dan memerintah berdampingan. Jabatan Bhre Mataram lalu dipegang oleh selir Wikramawardhana, yaitu putri Bhre Pandansalas alias Ranamanggala. Ibu Bhre Mataram adalah adik Wikramawardhana sendiri yang bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan. Jadi, Wikramawardhana menikahi keponakannya sendiri sebagai selir.

Rajasakusuma sang Putra Mahkota diperkirakan mewarisi jabatan Bhre Kabalan menggantikan ibunya, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton. Pada tahun 1398 Rajasakusuma mengangkat Gajah Menguri sebagai patih menggantikan Gajah Enggon yang meninggal dunia. Berita dalam Pararaton ini harus ditafsirkan sebagai “mengusulkan”, bukan “melantik”.

Rajasakusuma meninggal tahun 1399. Candi makamnya bernama Paramasuka Pura di Tanjung. Kedudukan putra mahkota lalu dijabat Bhre Tumapel putra Wikramawardhana dan Bhre Mataram. Pada tahun 1400 Wikramawardhana turun takhta untuk hidup sebagai Pendeta. Kusumawardhani pun memerintah secara penuh di Majapahit.

Peninggalan sejarah Wikramawardhana berupa prasasti Katiden (1395), yang berisi penetapan Gunung Lejar sebagai tempat pendirian sebuah bangunan suci. Wikramadardhana memerintah selama duabelas tahun sebelum mengundurkan diri sebagai pendeta. Sebelum turun tahta ia menujuk puterinya, Suhita menjadi ratu. Hal ini tidak disetujui oleh Bhre WirabhÃ…«mi, anak Hayam Wuruk dari seorang selir yang menghendaki tahta itu dari keponakannya. Perebutan kekuasaan ini membuahkan sebuah perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg.


Peristiwa Penting Pada Masa Pemerintahan Wikramawarhana


Menurut Pararaton , Wikramawardhana kembali menjadi raja, karena Kusumawardhani meninggal dunia. Kusumawardhani dicandikan di Pabangan, bernama Laksmipura. Pada tahun 1401 Wikramawardhana berselisih dengan Bhre Wirabumi, saudara tiri Kusumawardhani.

Perselisihan antara penguasa Majapahit Barat dan Majapahit Timur itu memuncak menjadi perang saudara tahun 1404, yang disebut Perang Paregreg. Pada tahun 1406 pasukan istana barat dipimpin Bhre Tumapel menghancurkan istana timur. Bhre Wirabumi tewas di tangan Raden Gajah alias Bhra Narapati. Wikramawardhana kemudian memboyong Bhre Daha putri Bhre Wirabumi sebagai selir.


Perang Paregreg

Perang Paregreg adalah perang antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Perang ini terjadi tahun 1404-1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit. Peristiwa Perang paregreg dapat diuraikan sebagai berikut

Genteng Peninggalan Majapahit

Periode Kadaron Wetan (1376–1406)

Pada tahun 1376 muncul sebuah gunung baru. Peristiwa ini dapat ditafsirkan sebagai munculnya kerajaan baru, karena menurut kronik cina Ming-shih dari Dinasti Ming yang diterjemahkan W.P.Groeneveldt sebagai berikut: “In this country there is a western and an eastern king. The latter is called Wu-lao-wang-chieh and the former Wu-lao-po-wu. Both of them sent envoys with tribute”., menjelaskan bahwa pada tahun 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina. Kerajaan Barat dipimpin Wu-lao-po-wu, dan Kerajaan Timur dipimpin Wu-lao-wang-chieh. Wu-lao-po-wu adalah ejaan Cina untuk Bhra Prabu, yaitu nama lain Hayam Wuruk (menurut Pararaton) sedangkan Wu-lao-wang-chieh adalah Bhre Wengker alias Wijayarajasa, suami Rajadewi yang rupanya berambisi menjadi raja.

Pertikaian ini menyebabkan munculnya kerajaan separatis yang dalam Pararaton disebut Kadaton Wetan (istana timur), untuk membedakannya dari kerajaan Majapahit yang disebut Kadaton Kulon (istana barat). Hal ini diungkapkan oleh Pararaton dengan kalimat tumuli hana gunung anyar i saka 1298 (“lalu terjadi gunung baru pada 1298 Saka = 1376 Masehi”). Oleh karena ‘gunung’ melambangkan tahta kekuasaan, informasi ini kiranya mengisyaratkan munculnya kerajaan baru.

Bhre Wengker pada zaman Hayam Wuruk adalah Wijayarajasa, suami Rajadewi bibi Hayam Wuruk. Wijayarajasa juga mertua Hayam Wuruk sebab merupakan ayah dari permaisuri Sri Sudewi. Dari kitab Nagarakretagama yang ditulis pujangga Prapanca tahun 1365 kita memperoleh gambaran bahwa Wijayarajasa memang mempunyai ambisi untuk berkuasa.

Setelah Patih Gajah Mada wafat tahun 1364, lalu disusul oleh wafatnya Tribhuwana dan Rajadewi antara 1372 dan 1375, Wijayarajasa mewujudkan ambisinya sebab tokoh-tokoh yang diseganinya tidak ada lagi. Pada tahun 1376 dia memproklamasikan kadaton wetan yang lepas dari Majapahit. Tahun berikutnya Majapahit dan kadaton wetan sama-sama mengirimkan utusan kepada Dinasti Ming di Cina
.

Di manakah letak kadat
on wetan? Menurut Pararaton dan prasasti Biluluk, Wijayarajasa bergelar Bhatara Parameswara ring Pamotan (Yang Dipertuan di Pamotan). Oleh karena kata muwat bersinonim dengan nanggung, maka Pamotan (Pamuwatan) barangkali adalah Gunung Penanggungan di sebelah timur Mojokerto sekarang. Wijayarajasa agaknya sengaja memilih tempat itu menjadi pusat kerajaan sebagai pembenaran tindakan separatisnya.

Benda Peninggalan Majapahit

Daerah Penanggungan atau Pamotan merupakan tempat suci raja Airlangga, sehingga Wijayarajasa kiranya ingin menunjukkan bahwa pembentukan negara baru itu mengikuti tradisi Airlangga yang pernah membagi dua kerajaannya.

Adanya kadaton wetan menyebabkan keluarga Majapahit pecah menjadi dua kelompok. Sebagian besar tetap setia kepada Hayam Wuruk. Akan tetapi mereka yang berkerabat dengan Wijayarajasa terpaksa hijrah memihak kadaton wetan, yaitu Bhre Daha(III) Indudewi dengan suaminya Bhre Matahun(I) Raden Larang, dan anak angkat mereka Bhre Wirabhumi(II) dengan istrinya Bhre Lasem(II) Nagarawardhani, serta tiga orang putri Bhre Wirabhumi(II).

Hayam Wuruk segan bertindak tegas menghadapi negara separatis itu sebab Wijayarajasa adalah mertuanya, Indudewi adalah sepupunya, dan Bhre Wirabhumi(II) adalah putranya dari selir. Selagi tokoh-tokoh senior masih hidup, kadaton kulon dan kadaton wetan saling menenggang rasa sehingga konfrontasi terbuka dapat dihindari.

Akan tetapi keadaan seperti itu tidaklah dapat dipertahankan setelah para tokoh senior meninggal dunia. Pada tahun 1386 Kertawardhana (ayah Hayam Wuruk) wafat. Dua tahun berikutnya, 1388, wafat pula secara berturut-turut permaisuri Sri Sudewi, Dyah Nartaja (adik Hayam Wuruk) dan suaminya Raden Sumana. Dua tokoh kadaton wetan, Raden Larang dan Wijayarajasa sendiri, juga wafat. Akhirnya mangkat pula raja Hayam Wuruk tahun 1389.

Wikramawardhana menjadi raja Majapahit dan kemudian dikenal dengan Hyang Wisesa, sedangkan tahta kadaton wetan diwarisi Bhre Wirabhumi(II). Gelar Bhre Kahuripan(IV) disandang Surawardhani, dan putra kedua Wikramawardhana digelari Bhre Tumapel(II).

Suhita dan suaminya, Ratnapangkaja, masing-masing kiranya menjadi Bhre Pajang(II) dan Bhre Paguhan(II), meskipun tidak disebutkan dalam Pararaton. Wikramawardhana bertindak konfrontatif terhadap kadaton wetan dengan memberikan gelar Bhre Lasem (padahal sedang disandang adiknya, Nagarawardhani) kepada permaisurinya, Kusumawardhani. Dalam Pararaton, Kusumawardhani disebut Bhre Lasem Yang Cantik (Sang Ahayu) dan Nagarawardhani disebut Bhre Lasem Yang Gemuk (Sang Alemu).

Putra mahkota Rajasakusuma wafat tahun 1399 dan bergelar anumerta Hyang Wekas ing Sukha. Tahun 1400 wafat pula Bhre Lasem(II) Nagarawardhani, Bhre Lasem(III) Kusumawardhani, Bhre Kahuripan(IV) Surawardhani, dan Bhre Pandansalas(I) Ranamanggala. Maka terjadilah regenerasi gelar bagi yang muda. Ratnapangkaja menjadi Bhre Kahuripan(V), dan adiknya, istri Bhre Tumapel(II), menjadi Bhre Lasem(IV). Gelar Bhre Pandansalas(II) disandang oleh Raden Jagulu, adik Ranamanggala. Dua orang putra Bhre Tumapel(II) dengan Bhre Lasem(IV) masing-masing diberi gelar Bhre Wengker(II) dan Bhre Paguhan(III). Satu-satunya tokoh senior yang masih hidup saat itu adalah Bhre Daha(III) Indudewi yang mendampingi anak angkatnya, Bhre Wirabhumi(II), di kadaton wetan.

Perang Paregreg adalah perang yang identik dengan tokoh Bhre Wirabhumi. Nama asli Bhre Wirabhumi tidak diketahui. Menurut Pararaton, ia adalah putra Hayam Wuruk dari selir, dan menjadi anak angkat Bhre Daha istri Wijayarajasa, yaitu Rajadewi. Bhre Wirabhumi kemudian menikah dengan Bhre Lasem sang Alemu, putri Bhre Pajang (adik Hayam Wuruk)
.
Menurut Nagarakretagama, istri Bhre Wirabhumi adalah Nagarawardhani putri Bhre Lasem alias Indudewi. Indudewi adalah putri Rajadewi dan Wijayarajasa. Berita dalam Nagarakretagama lebih dapat dipercaya dari pada Pararaton, karena ditulis pada saat Bhre Wirabhumi masih hidup. Jadi kesimpulannya, Bhre Wirabhumi lahir dari selir Hayam Wuruk , menjadi anak angkat Rajadewi (bibi Hayam Wuruk), dan kemudian dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi.

Sumur Upas diperkirakan sebagai Lorong Rahasia di Majapahit dan tempat Semedi Raja Majapahit


Perang Dingin Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan timur masih diliputi perasaan segan, mengingat Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk . Wijayarajasa meninggal tahun 1398. Ia digantikan anak angkat sekaligus suami cucunya, yaitu Bhre Wirabhumi sebagai raja istana timur. Sementara itu Hayam Wuruk meninggal tahun 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu Wikramawardana.

Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tapi Wikramawardana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem. Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Halemu istri Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu istri Wikramawardana.

Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur, sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal tahun 1400. Wikramawardana segera mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel.


Terjadinya Perang Paregreg

Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dan timur berubah menjadi perselisihan. Menurut Pararaton , Bhre Wirabhumi dan Wikramawardana bertengkar tahun 1401 dan kemudian tidak saling bertegur sapa. Perselisihan antara kedua raja meletus menjadi Perang Paregreg tahun 1404. Paregreg artinya perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pihak yang menang pun silih berganti. Kadang pertempuran dimenangkan pihak timur, kadang dimenangkan pihak barat.

Bhre Wirabhumi yang semula memperoleh kemenanggan akhirnya harus melarikan diri setelah Bhre Tumapel ikut campur membantu pihak Wikramawardhana. Akhirnya, pada tahun 1406 pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardana menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari. Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah alias Bhra Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya istana barat. Raden Gajah membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura. Perselisihan keluarga ini membawa dendam yang tidak berkesudahan. Beberapa tahun setelah terbunuhnya Bhre Wirabhumi kini giliran Raden Gajah yang dihukum mati karena dianggap bersalah membunuh bangsawan tersebut.

Seusai Perang Paregreg, Bhre Daha(III) Indudewi diboyong pulang oleh Wikramawardhana ke Majapahit dan dihormati sebagai sesepuh. Saudara sepupu Hayam Wuruk ini wafat tahun 1415 bersama-sama Bhre Mataram(III) dan Bhre Matahun(II). Gelar Bhre Daha(IV) paling layak diwarisi oleh Suhita meskipun tidak disebutkan dalam Pararaton, dan adiknya, Kertawijaya, kiranya menjadi Bhre Mataram(IV).

Istri Kertawijaya, Jayeswari, pantas menjadi Bhre Kabalan(II). Untuk menghilangkan benih balas dendam, tiga putri Bhre Wirabhumi(II) masing-masing dinikahi oleh Wikramawardhana, Bhre Tumapel(II) putra Wikramawardhana dan Bhre Wengker(II) cucu Wikramawardhana. Ketiga putri itu berturut-turut diberi gelar Bhre Mataram(III), Bhre Lasem(V), dan Bhre Matahun(II). Sungguh suatu pernikahan yang sangat unik: tiga putri bersaudara bersuamikan orang-orang tiga generasi!


Akibat Perang Paregreg

Setelah kekalahan Bhre Wirabhumi, kerajaan timur kembali bersatu dengan kerajaan barat. Akan tetapi, daerah-daerah bawahan di luar Jawa banyak yang lepas tanpa bisa dicegah. Misalnya, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut kerajaan Cina. Lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit. Kemudian lepas pula daerah Brunei yang terletak di Pulau Kalimantan sebelah utara.

Selain itu Wikramawardana juga berhutang ganti rugi pada Dinasri Ming penguasa Cina. Sebagaimana disebutkan di atas, pihak Cina mengetahui kalau di Jawa ada dua buah kerajaan, barat dan timur. Laksamana Ceng Ho dikirim sebagai duta besar mengunjungi kedua istana. Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Ceng Ho sedang berada di istana timur. Sebanyak 170 orang Cina ikut menjadi korban. Atas kecelakaan itu, Wikramawardana didenda ganti rugi 60.000 tahil.

Sampai tahun 1408 ia baru bisa mengangsur 10.000 tahil saja. Akhirnya, Kaisar Yung Lo membebaskan denda tersebut karena kasihan. Peristiwa ini dicatat Ma Huan (sekretaris Ceng Ho) dalam bukunya, Ying-ya-sheng-lan. Setelah Perang Paregreg, Wikramawardana memboyong Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi sebagai selir. Dari perkawinan itu lahir Suhita yang naik takhta tahun 1427 menggantikan Wikramawardana. Pada pemerintahan Suhita inilah, dilakukan balas dendam dengan cara menghukum mati Raden Gajah tahun 1433.

Tiongkok mengetahui bahwa perang saudara itu melemahkan Majapahit, sehingga segera berusaha memikat daerah-daerah luar Jawa untuk mengakui kedaulatannya. Misalnya Kalimantan Barat yang dalam tahun 1368 telah diganggu oleh bajak laut dari Sulu sebagai alat dari Kaisar Tiongkok, sejak tahun 1405 tunduk kepada Tiongkok. Juga Palembang dan Malayu di tahun yang sama, mengarahkan pandangannya ke Tiongkok dengan tidak menghiraukan Majapahit. Malaka sebagai pelabuhan dan kota dagang penting yang beragama Islam (1400), juga dianggap majapahit sudah hilang.

Ma Huan yang asli dari Tiongkok dan beragama Islam dalam bukunya Ying-yai Sheng-lan, yang ditulis saat mengiringi Cheng-Ho (utusan kaisar Tiongkok ke Jawa) dalam perjalananya yang ketiga ke daerah-daerah lautan selatan, antara lain :

  • Kota Majapahit dikelilingi tembok tinggi yang dibuat dari bata
  • Penduduknya kira-kira 300.000 keluarga
  • Rakyat memakai kain dan baju
  • Untuk laki-laki mulai usia 3 tahun memakai keris yang hulunya indah sekali dan terbuat dari emas, cula badak atau gading
  • Para pria jika bertengkar dalam waktu singkat siap dengan kerisnya
  • Biasa memakan sirih
  • Para pria pada setiap perayaan mengadakan perang-perangan dengan tombak bambu
  • Senang bermain bersama diwaktu terang bulan dengan diserai nyanyian-nyanyian berkelompok dan bergiliran antara golongan wanita dan pria
  • Senang nonton wayang beber (wayang yang setiap adegan ceritanya di gambar di atas sehelai kain, lalu dibentangkan antara dua bilah kayu, yang jalan ceritanya diuraikan oleh Dalang)
  • Penduduk terdiri dari 3 (tiga) golongan, orang-orang Islam yang datang dari barat dan memperoleh penghidupan di ibukota, orang-orang Tionghoa yang banyak pula beragama Islam, dan rakyat selebihnya yang menyembah berhala dan tinggal bersama anjing mereka.


Perang Paregreg dalam Karya Sastra Jawa

Peristiwa Paregreg tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa dan dikisahkan turun temurun. Pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kisah Paregreg dimunculkan kembali dalam Serat Kanda, Serat Damarwulan, dan Serat Blambangan.

Dikisahkan dalam Serat Kanda, terjadi perang antara Ratu Kencanawungu penguasa Majapahit di barat melawan Menak Jingga penguasa Blambangan di timur. Menak Jingga akhirnya mati di tangan Damarwulan utusan yang dikirim Ratu Kencanawungu. Setelah itu, Damarwulan menikah dengan Kencanawungu dan menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Mertawijaya. Dari perkawinan tersebut kemudian lahir Brawijaya yang menjadi raja terakhir Majapahit.


Akhir Pemerintahan Wikramawardhana

Pada tahun 1426 terjadi bencana kelaparan melanda Majapahit. Bhre Tumapel sang Putra Mahkota meninggal dunia tahun 1427. Candi makamnya di Lokerep bernama Asmarasaba. Disusul kemudian kematian istri dan putra Bhre Tumapel, yaitu Bhre Lasem dan Bhre Wengker. Wikramawardhana akhirnya meninggal pula akhir tahun 1427. Ia dicandikan di Wisesapura yang terletak di Bayalangu.

2 komentar:

  1. sangat bermanfaat, selalu sehat walafiat kepada para kerabat puri pamecutan..amin

    BalasHapus
  2. tetap semangat dalam mempertahankan kearifan lokal

    BalasHapus